Rabu, 16 September 2009

tri maskentir in eksen



Jujur aja, dari sekian banyak ade-ade sanggar, dimata abang ada tiga orang “kenthir” yang sering bikin hati abang berwarna warni, dari yang dibikin sebel, kecut atau perasaan haru, sampai juga dibikin darah tinggi. Agus, Ikma & Lukman. Orang-orang ini memang diperlakukan extra oleh abang. Bukan lantaran dia sangat disayang. Tapi lantern tiga anak ini kelakuannya nganeh-nganehi melebihi orang gila atau orang idiot.
Tengok si ikma yang tampang-tampangnya kayak Tom Kris (yang abiz mandi bareng kebo di lumpur), badannya ngga gede-gede amat, tapi pikirannya lebih gede dari jempol kakinya. Dia yang paling getol sebagai humasnya sanggar buat anak-anak lain untuk bergabung dengan sanggar. Bahkan nggak tanggung-tanggung, sampe tukang becak aja atau tukang bakmi diprovokatori untuk gabung dengan sanggar. Entah apa dibenaknya, kecintaannya terhadap sanggar bisa dibilang palaing ketera gede. Dia rela ngorbanini rasa malunya untuk kepentingan sanggar. Katanya “Untuk sanggar aku siap siaga, apapun aku lakukan bang…” begitu katanya pada abang suatu hari.


Tapi ada satu kelakuan Ikma yang hamper semua keluarga sanggar dibikin senewen, untuk urusan yang berbau “porno” dia paling cepat tanggap, bahkan ketika yang lainnya masih berpikir untuk mencerna omongan abang yang berbau porno, si Ikma justru sudah tertawa-tawa puas karena sudah menghayal yang bukan-bukan. Gilaran disuruh mikir hal-hal yang kaitannya dengan pelajaran, doi lebih baik milih manjat pohon jambu biar dibilang monyet.
“monyet kan nggak perlu mikir tentang pelajaran”. Katanya saat ditanya komentarnya.
Nyaris kalau urusan sekolah, nilai-nilainya berada dijurang kehancuran. Bahkan bagi gurunya, untuk menaikkan kekelas berikutnya, butuh sajen yang kuat. Alhasil cukup naik kelas dengan nilai pas-pasan sudah merupakan hal yang menggembirakan buatnya.


Adapun Lukman tidak jauh beda dengan si Ikma, cuma mungkin masih dibawah sedikit levelnya untuk urusan porno ‘Thingking’. Meski berbeda sekolah dengan Agus dan Ikma, tapi tiga anak ini nggak bisa dipisahkan seperti pisang goreng dan tepung. Lukman orang yang super cuek dalam urusan penampilan. Padahal tampangnya ngga jelek-jelek amat. Seluruh keluarga sanggar pernah dibikin muring-muring, gara-gara dengan santainya Lukman datang dan duduk diantara yang lain. Bukanya disambut dengan senyum, tapi semua yang ada disitu, justru tutup hidung sambil misuh-misuh karena bau ikan asin campur telur busuk yang keluar dari kaki si Lukman. Dasar muka tembok, si Lukman nyantai aja ngomong, “aroma terapi kaki ku buat ngusir nyamuk atau serangga lain…, jadi nggak usah diambil hati yaaaaa…”. Orangnya slebor abis, nggak beda sama Ikma, hobinya kalau disanggar suka manjat pohon jambu. Meski masih segede pentil, tetep aja dia doyan. Malah katanya. “Justru yang pentil-pentil ini yang paling nikmat”.


Mungkin si Agus yang bisa dibilang anak yang sedikit lebih waras pikirannya ketimbang 2 anak tadi. Sikapnya nggak terlalu nganehi, paling banter dia banyak numpahin perasaannya dengan mainin gitar. Walau saat itu ilmu gitarnya masih pas-pasan, do’I punya semangat juang tinggi untuk mencoba nyaingin Ian Antono. Punya prinsip “Kalem is The Best”. Tapi diam-diam dia menyimpan bakat untuk menjadi Playboy cap duren tiga. Mungkin karena orangnya yang cool plus njaga wibawa ditambah selalu menebar pesona, banyak juga cewe-cewe yang terpikat hatinya untuk sekedar deket dengannya. Tapi nggak lama baru sadar kalo ternyata Cuma jadi korbannya si Agus.
Pokoknya jangan tantang si Agus untuk merebut hati seorang wanita, segala cara pasti dia tempuh untuk bisa jadi pemenang.


Tiga orang ini yang bikin hati si Abang kadang nggak tentu arahnya. Walau diakui tiga orang ini yang membuat suasana sanggar memiliki beragam warna. Dan karenanya sanggar menerima anak-anak lain untuk bergabung dengan sanggar.
Mereka adalah ade-ade yang setia dan patuh dengan abang. Manjanya mereka adalah penghormatan bagi abang. Saking cintanya si Ikma sama abang, dia rela ngorek-ngorek putung rokok bekas abang untuk disulut lagi. Toh akhirnya ketahuan juga. Kalau udah gitu Cuma cengar-cengir aja tu anak kaya kuda mau kawin.
Selain itu ada juga Ihsan yang hobinya kalau di sanggar Cuma kepengen maen PS, atau rebutan nganterin Dina dan Uli bersaing sama Lukman.


Laen sablengnya dengan ade abang yang namanya Emon. Duh Gusti,,,,,kalau inget anak ini, pengen rasanya ngremet pantatnya yang bahenol. Anak yang satu ini masuk kategori sableng atau tulalit, sampai sekarang susah nentuinnya. Badannya yang sedikit gempal dan sikapnya yang rada-rada dongo bikin keluarga sanggar gregetan. Coba tengok saat anak-anak yang lain begitu serius mendengarkan petuah-petuah abang, ternyata si Emon tanpa dosa mojok sambil cekikikan mbaca komik doraemon. Belum lagi waktu abang lagi sedih, dan disamping abang ade-ade yang lain ikutan sedih karena Wahib meninggal. Eeeee.. dengan cueknya persis dimuka sedih abang , Si E mon ngupil, udah gitu upilnya dipamerin sama yang lain. Busyeeeeet dah ne anak…..kaya nggak punya prasaan apa ya…..
Yah….. begitulah sebagian ade-ade abang…..
Dan masih banyak lagi kelakuan dan cerita lain yang ade-ade yang lain…..
Semoga hal ini dapat bermakna……
Salam kasih abang ……………………

sanggar dalam carita


tak terasa, waktu telah berlalu sekian ratus hari, bahkan jika tak berlebihan tepat 26 Juni tahun ini (2004) Sanggar yang kita cintai berusia 4 tahun. Sebuah masa yang cukup bermakna untuk ukuran nilai hubungan. Tentu saja selama perjalanan waktu tidak hanya sekali atau dua kali gelombanag menerpa sanggar ini . Baik tertuju untuk kita semua ataupun untuk seorang yang menjadi bagian dari keluarga ini. Namun dengan cara sebaik mungkin, dapat melalui keadaan yang buruk dengan hati yang lapang. Selama kurun waktu ini pula, kita telah merasakan betapa banyaknya kebahagiaan yang kita raih bersama didalam keluarga ini. Bernyanyi, sekedar mencurahkan isi hati, ataupun duduk lesehan sambil sesekali melepas tawa. Begitu nikmatnya air mata yang keluar membasahi wajah kita saat kita saling menentramkan hati kita dengan lagu-lagu atau kalimat yang abang sampaikan untuk kita semua.

Teramat banyak kisah dan cerita dan mungkin beberapa telah terlupakan, tapi kita manyadari, rasa kita takkan ingin untuk melupakan sesuatu yang sangat berarti, yang pernah mengisi hari-hari kita tanpa arti. Jika tidak, mungkin kita tak akan menjadi seperti sekarang ini.

Warga sanggar yang tersayang………………………………………..

Catatan-catatan atau yang tertulis disini bukanlah maksud untuk melebih-lebihkan keadaan. Lebih dari itu, rasanya sangatlah pantas jika semua yang telah ita alami dalam kehidupan sanggar sedikitnya menjadi sebuah catatan sejarah kita sendiri dalam bentuk buku ini.

Disamping itu, beberapa ade-ade abang menyemangati untuk membuat dokumentasi dari keadaan yang istemewa ini.

Sering pula abang terpikir saat sedang menyendiri, bahwa tak menyangka jika keluarga yang kita bentuk dari yang kecil ini pada akhirnya menjadi sebuah keluarga besar, dan rasanya SANGGAR sudah sangat akrab di hati orang banyak.

Beberapa cerita yang tertuang dibuku ini mungkin akan sedikit menggugah hati kita, betapa indahnya perjuangan kita untuk menjadi eksis didalam kehidupan sanggar. Meski banyak yang mungkin tak bisa tertuang, tapi abang percaya masing-masing dari kita mempunyai cerita tersendiri yang belum tentu yang lain tahu.

Berawal dari masa perkenalan seorang Faisal dengan siswa siswi SMP II, untuk kepentingan pementasan, yang akhirnya mereka sepakat untuk memanggil “abang”. Mungkin dari sinilah kisah “sanggar” dimulai.

Mengharukan memang jika mengingat Ikma dan Agus yang hamper meluangkan waktu sepulang sekolah untuk berada dirumah abang lalu seorang Dewi yang tak berbeda semangatnya dengan dua orang itu, untuk tetap menganggap abangnya, meski pementasan di SMP II sudah berakhir. Tapi sangat melekat penuh arti buat mereka bertiga. Hingga masih ada sesuatu impian dibenak mereka untuk lebih banyak lagi menuangkan kreatifitasnya, dan mereka memilih abang, juga tempat ini.

Rasanya bukanlah hal yang sederhana jika memang abang menjadi seseorang yang hanya sekedar mengarahkan rasa mereka, kreatif mereka. Dengan berbekal “cinta kasih” kita sepakat untuk memperpanjang hubungan baik ini. Bersamanya dan penuh harap akan ada lagi yang bergabung, maka sebuah kelompok telah lahir. Bukan sekedar kelompok biasa, tapi merupakan keluarga dimana abang di daulat menjadi kepala keluarga. SANGGAR, adalah kapal yang terbaik buat mereka untuk menjalani kehidupan remaja yang penuh instabil, gejolak emosi. Dan abang dengan lapang hati tak akan menyia-nyiakan kepercayaan dari anak-anak yang sedang tumbuh dewasa untuk mengarahkan kapal ini pada satu tujuan.

Kini, sanggar tak lagi seperti dulu, keberadaan sanggar bukan lagi tempat titik sepeda, saling cemburu-cemburu, atau mendengar “ceramah” si abang.

Sanggar sudah dewasa, dalam usinya yang menginjak 4 tahun, telah banyak kejadian ataupun hasil yang diraih. Warga sanggarpun semakin dewasa untuk menjalani kehidupan remajanya. Dan selama kurun waktu yang berjalan, beberapa warga sanggar ada yang menghilang tanpa jejak, dan ada juga yang pergi jauh meninggalkan kesan yang mendalam, dan beberapanya sampai detik ini masih setia untuk menjadi warga sanggar.

Justru semakin bertambahnya waktu, keluarga sanggar semakin mengibarkan keberadaannya sebagai sebuah ‘kelompok’ sehingga beberapa remaja yang tak sedikit bergabung untuk menjadi bagian dari sanggar.

Tak berlebihan rasanya, jika missi sanggar sejak berdirinya telah tercapai , yaitu untuk mempersatukan tali persahabatan antar remaja.

Nama-nama tokoh dalam buku ini adalah nyata adanya, dengan maksud agar mengungkap “rahasia” yang selama ini terpendam.

Bagi para pembaca yang Insya Allah selalu akan sukses, semoga dengan adanya buku ini dapat diambil kesimpulan yang positif, bahwa sanggar selalu ada. Dan khusus dari abang, mungkin inilah cara yang abang tempuh untuk selalu mengingat dan menjaga rasa saying itu. Dibantu beberapa adik-adik sanggar yang saat ini masih setia menemani abang, maka inilah salam sayang dan rindu untuk keluarga sanggar.

Senin, 28 Januari 2008


Counter Stats


MySpace Graphics

Warisan dari Sang Guru

Mencermati wawancara Esklusif Amien Rais di SCTV, mengenai wafatnya Pak Harto.

Satu hal yang menarik adalah , sikap Beliau yang melapangkan hatinya untuk memaafkan Pak Harto. Meski secara Hukum belum terbukti kesalahan mana yang harus dimaafkan dari Pak Harto. Adalah penting bagi kita , bahwa selain Koridor HUKUM, ada juga Koridor Moral dan terpenting Koridor AGAMA, sehingga kita bisa saling memaafkan.

kematian Pak Harto, atau si tukang becak, atau si tukang ojek dan kita semua itu adalah sama saja di mata ALLAH “.

Sikap Pak Amin mungkin membingungkan bagi banyak orang, bahkan puteranya sendiri sempat mengucap :

Kenapa bapak harus datang melayat, bukankah pak Harto adalah “ Lawan “ (politik) bapak “.


Apapun komentarnya, saya pribadi menyimpulkan, berjiwa besar bukan hanya untuk kawan semata.

Saya sangat yakin Pak Amin (seperti yang beliau sampaikan di wawancara itu ) mengambil contoh yang mulia dari Buya Hamka.

Saat Bung Karno Wafat, Buya Hamka datang melayat bahkan menjadi Imam untuk menyolatkan jenazah Bung Karno. Padahal kondisi hubungan Buya dan Bung Karno saat itu sangatlah tidak harmonis. Tekanan Era Pemerintahan Bung Karno terhadap Buya, yang berbuntut di penjaranya Buya, tak serta merta melahirkan ' kebencian' sebagai lawan. Bahkan di satu judul buku tentang Buya Hamka ( Pribadi dan Martabat Buya Hamka. Penerbit Panjimas), ' didalam bui, justru membawa berkah yang luar biasa bagi Buya dan bagi kita semua sampai kini, dengan terbitnya Tafsir Al Azhar yang fenomena 'l.


Selayaknya kita, berjiwa besar dan bijaksana untuk mensikapi bahwa kematian Pak Harto juga merupakan ' Pelajaran ' penting bagi perjalanan bangsa ini, bagi kita semua.


Salam hormat dan bangga untuk Pak Amin.

Selamat jalan Pak Harto, semoga keimananmu selalu menyertaimu menghadap Tuhan YME.

Minggu, 27 Januari 2008

Selamat Jalan Mr. Smiling Face. (Pak Harto)


Waktu jua yang menentukan antara kebenaran, ketuhulusan dan kekhilafan.
Bagi kami, keberanian dan ketegaranmu adalah inspirasi banyak orang.
Dan semoga kami memiliki kearifan tuk melebur dalam-dalam kekhilafan dan kesalahanmu.
Berserah pada Allah SWT, Semoga Amalmu menjadi bekal tuk berada di Taman Syurga.
Buya Hamka & Suharto