Rabu, 16 September 2009

sanggar dalam carita


tak terasa, waktu telah berlalu sekian ratus hari, bahkan jika tak berlebihan tepat 26 Juni tahun ini (2004) Sanggar yang kita cintai berusia 4 tahun. Sebuah masa yang cukup bermakna untuk ukuran nilai hubungan. Tentu saja selama perjalanan waktu tidak hanya sekali atau dua kali gelombanag menerpa sanggar ini . Baik tertuju untuk kita semua ataupun untuk seorang yang menjadi bagian dari keluarga ini. Namun dengan cara sebaik mungkin, dapat melalui keadaan yang buruk dengan hati yang lapang. Selama kurun waktu ini pula, kita telah merasakan betapa banyaknya kebahagiaan yang kita raih bersama didalam keluarga ini. Bernyanyi, sekedar mencurahkan isi hati, ataupun duduk lesehan sambil sesekali melepas tawa. Begitu nikmatnya air mata yang keluar membasahi wajah kita saat kita saling menentramkan hati kita dengan lagu-lagu atau kalimat yang abang sampaikan untuk kita semua.

Teramat banyak kisah dan cerita dan mungkin beberapa telah terlupakan, tapi kita manyadari, rasa kita takkan ingin untuk melupakan sesuatu yang sangat berarti, yang pernah mengisi hari-hari kita tanpa arti. Jika tidak, mungkin kita tak akan menjadi seperti sekarang ini.

Warga sanggar yang tersayang………………………………………..

Catatan-catatan atau yang tertulis disini bukanlah maksud untuk melebih-lebihkan keadaan. Lebih dari itu, rasanya sangatlah pantas jika semua yang telah ita alami dalam kehidupan sanggar sedikitnya menjadi sebuah catatan sejarah kita sendiri dalam bentuk buku ini.

Disamping itu, beberapa ade-ade abang menyemangati untuk membuat dokumentasi dari keadaan yang istemewa ini.

Sering pula abang terpikir saat sedang menyendiri, bahwa tak menyangka jika keluarga yang kita bentuk dari yang kecil ini pada akhirnya menjadi sebuah keluarga besar, dan rasanya SANGGAR sudah sangat akrab di hati orang banyak.

Beberapa cerita yang tertuang dibuku ini mungkin akan sedikit menggugah hati kita, betapa indahnya perjuangan kita untuk menjadi eksis didalam kehidupan sanggar. Meski banyak yang mungkin tak bisa tertuang, tapi abang percaya masing-masing dari kita mempunyai cerita tersendiri yang belum tentu yang lain tahu.

Berawal dari masa perkenalan seorang Faisal dengan siswa siswi SMP II, untuk kepentingan pementasan, yang akhirnya mereka sepakat untuk memanggil “abang”. Mungkin dari sinilah kisah “sanggar” dimulai.

Mengharukan memang jika mengingat Ikma dan Agus yang hamper meluangkan waktu sepulang sekolah untuk berada dirumah abang lalu seorang Dewi yang tak berbeda semangatnya dengan dua orang itu, untuk tetap menganggap abangnya, meski pementasan di SMP II sudah berakhir. Tapi sangat melekat penuh arti buat mereka bertiga. Hingga masih ada sesuatu impian dibenak mereka untuk lebih banyak lagi menuangkan kreatifitasnya, dan mereka memilih abang, juga tempat ini.

Rasanya bukanlah hal yang sederhana jika memang abang menjadi seseorang yang hanya sekedar mengarahkan rasa mereka, kreatif mereka. Dengan berbekal “cinta kasih” kita sepakat untuk memperpanjang hubungan baik ini. Bersamanya dan penuh harap akan ada lagi yang bergabung, maka sebuah kelompok telah lahir. Bukan sekedar kelompok biasa, tapi merupakan keluarga dimana abang di daulat menjadi kepala keluarga. SANGGAR, adalah kapal yang terbaik buat mereka untuk menjalani kehidupan remaja yang penuh instabil, gejolak emosi. Dan abang dengan lapang hati tak akan menyia-nyiakan kepercayaan dari anak-anak yang sedang tumbuh dewasa untuk mengarahkan kapal ini pada satu tujuan.

Kini, sanggar tak lagi seperti dulu, keberadaan sanggar bukan lagi tempat titik sepeda, saling cemburu-cemburu, atau mendengar “ceramah” si abang.

Sanggar sudah dewasa, dalam usinya yang menginjak 4 tahun, telah banyak kejadian ataupun hasil yang diraih. Warga sanggarpun semakin dewasa untuk menjalani kehidupan remajanya. Dan selama kurun waktu yang berjalan, beberapa warga sanggar ada yang menghilang tanpa jejak, dan ada juga yang pergi jauh meninggalkan kesan yang mendalam, dan beberapanya sampai detik ini masih setia untuk menjadi warga sanggar.

Justru semakin bertambahnya waktu, keluarga sanggar semakin mengibarkan keberadaannya sebagai sebuah ‘kelompok’ sehingga beberapa remaja yang tak sedikit bergabung untuk menjadi bagian dari sanggar.

Tak berlebihan rasanya, jika missi sanggar sejak berdirinya telah tercapai , yaitu untuk mempersatukan tali persahabatan antar remaja.

Nama-nama tokoh dalam buku ini adalah nyata adanya, dengan maksud agar mengungkap “rahasia” yang selama ini terpendam.

Bagi para pembaca yang Insya Allah selalu akan sukses, semoga dengan adanya buku ini dapat diambil kesimpulan yang positif, bahwa sanggar selalu ada. Dan khusus dari abang, mungkin inilah cara yang abang tempuh untuk selalu mengingat dan menjaga rasa saying itu. Dibantu beberapa adik-adik sanggar yang saat ini masih setia menemani abang, maka inilah salam sayang dan rindu untuk keluarga sanggar.

Tidak ada komentar: